Mengurai Kasus Radiasi di Cikande melalui Perspektif ISO 14001 dan ISO 45001

 

Insiden kontaminasi radioaktif, seperti yang pernah terdeteksi di area Cikande, adalah jenis bencana industri yang paling mengkhawatirkan. Dampaknya tidak terlihat secara kasat mata, bersifat jangka panjang, dan memiliki potensi merusak yang luar biasa—tidak hanya bagi manusia tetapi juga bagi ekosistem secara keseluruhan.

Ketika insiden semacam ini terjadi, fokusnya sering kali tertuju pada kegagalan teknis atau kelalaian sesaat. Namun, dari perspektif manajemen modern, insiden seperti ini adalah sebuah kegagalan sistemik yang fundamental. Ini adalah bukti nyata runtuhnya dua pilar utama tanggung jawab industri: perlindungan terhadap manusia (K3) dan perlindungan terhadap lingkungan.

ISO 45001 (Sistem Manajemen K3) dan ISO 14001 (Sistem Manajemen Lingkungan) adalah cetak biru yang dirancang secara spesifik untuk mencegah skenario mimpi buruk seperti ini. Mari kita bedah bagaimana kedua standar ini seharusnya berfungsi sebagai benteng pertahanan.

 

ISO 45001: Benteng Pertama Melawan Bahaya Tak Kasat Mata

 

Bagi sebuah perusahaan yang menangani sumber radioaktif, ISO 45001 bukanlah sekadar standar, melainkan sebuah kebutuhan kritis untuk bertahan hidup. Standar ini memaksa organisasi untuk beralih dari pola pikir “reaktif” (menangani kecelakaan setelah terjadi) menjadi “proaktif” (mencegah bahaya sebelum terwujud).

Dalam konteks radiasi, inilah yang seharusnya dilakukan oleh sistem ISO 45001 yang matang:

  1. Identifikasi Bahaya yang Jelas: Langkah pertama adalah kejujuran brutal dalam mengidentifikasi bahaya. Standar ini menuntut perusahaan untuk bertanya, “Apa bahaya terbesar di tempat kerja kita?” Dalam kasus ini, jawabannya jelas: paparan radiasi. Bahaya ini harus diidentifikasi, didokumentasikan, dan dipahami oleh semua tingkatan.

  2. Penilaian Risiko yang Mendalam: Seberapa besar risikonya? Apa konsekuensi dari paparan 10 menit, 1 jam, atau kontaminasi pada pakaian kerja? Apa skenario terburuknya? ISO 45001 menuntut penilaian risiko ini untuk menentukan tingkat pengendalian yang diperlukan.

  3. Pengendalian Operasional yang Ketat (Hierarki Kontrol): Ini adalah jantungnya. Untuk mengelola bahaya radiasi, sistem akan memprioritaskan:

    • Rekayasa Teknik: Penggunaan perisai (shielding), sistem kontainmen yang aman, dan sistem ventilasi khusus.

    • Pengendalian Administratif: Menetapkan zona terbatas yang ketat, rotasi kerja untuk membatasi waktu paparan, dan prosedur kerja aman (SOP) yang tidak bisa ditawar.

    • APD Wajib: Penggunaan dosimeter pribadi (alat ukur paparan radiasi) secara real-time bagi setiap pekerja yang berisiko, serta APD khusus anti-kontaminasi.

  4. Kesiapsiagaan Tanggap Darurat: Sistem yang baik selalu berasumsi bahwa kegagalan bisa terjadi. ISO 45001 mewajibkan perusahaan memiliki prosedur darurat yang terlatih: Apa yang dilakukan jika terjadi kebocoran? Siapa yang dihubungi? Bagaimana prosedur dekontaminasi pekerja? Di mana alat deteksi darurat?

Kegagalan dalam salah satu poin di atas adalah sebuah lubang besar dalam jaring pengaman K3.

 

ISO 14001: Benteng Kedua Melindungi Ekosistem

 

Jika ISO 45001 berfokus melindungi manusia di dalam pabrik, ISO 14001 berfokus melindungi lingkungan di luar gerbang pabrik. Sumber radioaktif bukan hanya bahaya K3, tetapi juga sebuah aspek lingkungan dengan potensi dampak katastropik.

Dalam konteks kasus Cikande, di mana kontaminasi ditemukan di lingkungan luar, ini adalah kegagalan telak dari Sistem Manajemen Lingkungan.

  1. Identifikasi Aspek dan Dampak Lingkungan: Sistem ISO 14001 yang berfungsi akan langsung mengidentifikasi “penyimpanan dan penanganan zat radioaktif” sebagai aspek lingkungan yang signifikan. Dampak potensialnya? “Kontaminasi tanah, air, dan udara dalam radius luas.”

  2. Perspektif Siklus Hidup (Life Cycle Perspective): Standar ini memaksa perusahaan memikirkan seluruh siklus hidup material berbahaya. Dari mana sumber radioaktif itu datang, bagaimana ia digunakan, dan yang terpenting: Bagaimana ia akan dibuang?

  3. Pengelolaan Limbah B3: Sumber radioaktif bekas adalah limbah B3 kategori khusus. ISO 14001 menuntut adanya prosedur yang sangat ketat untuk identifikasi, pemilahan, pelabelan, penyimpanan sementara, hingga penyerahan ke pihak pengelola limbah berizin (dalam hal ini, yang diawasi ketat oleh BAPETEN atau regulator terkait).

  4. Kepatuhan terhadap Peraturan: ISO 14001 mewajibkan perusahaan untuk mengidentifikasi dan mematuhi SEMUA peraturan perundangan yang berlaku. Untuk radiasi, peraturannya sangat ketat. Sistem yang berjalan akan memiliki daftar kepatuhan yang terus diaudit untuk memastikan tidak ada satu pun regulasi yang dilanggar.

 

Sinergi Maut: Titik Temu Kegagalan

 

Insiden seperti di Cikande terjadi pada titik temu di mana kedua sistem ini gagal secara bersamaan. Titik kritisnya hampir selalu pada pengelolaan limbah.

Limbah radioaktif yang tidak dikelola dengan benar adalah sebuah “bom waktu”. Ia adalah kegagalan ISO 45001 karena limbah tersebut masih menjadi bahaya K3 yang ekstrem bagi siapa pun yang menanganinya. Dan ia adalah kegagalan ISO 14001 karena limbah tersebut adalah polutan lingkungan yang mematikan.

Kasus ini menjadi studi yang menyakitkan bahwa dokumen sertifikasi di dinding tidak ada artinya jika tidak dihidupi sebagai budaya. ISO 14001 dan ISO 45001 bukanlah dua sistem terpisah; keduanya adalah satu kesatuan sistem manajemen risiko yang dirancang untuk mencegah bencana. Insiden radiasi di Cikande adalah pengingat mahal tentang apa yang terjadi ketika sistem tersebut hanya menjadi formalitas, bukan prioritas.